Luka Psikologis di Lapas Kelas II Sleman Yogyakarta

Penyerangan yang terjadi 23 Maret 2013 lalu di Lapas Kelas II Sleman Yogyakarta yang saat ini lebih sering disebut dengan Lapas Cebongan merupakan tragedi yang membuat seluruh mata dunia tertuju pada lemahnya penegakan hukum dan perlindungan negara terhadap warganya, termasuk yang berada di bawah perlindungan pemasyarakatan. Penyerangan tersebut telah menewaskan empat orang dan menyisakan luka psikologis bagi sedikitnya 31 tahanan penghuni Kamar Blok A5 dan sebelas petugas keamanan yang berjaga pada malam penyerangan.

Berdasarkan rapid assessment dan pendampingan psikologis yang dilakukan Tim CPMH Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada terhadap 31 orang tahanan di Lapas Cebongan diketahui bahwa pasca penyerangan tersebut, sebagian besar tahanan mengalami gejala trauma. Para tahanan merasa takut, terancam jiwanya, cemas, sulit tidur, tidak dapat rileks dan selalu waspada, serta merasa tertekan dengan adanya pemeriksaan yang dilakukan dari berbagai pihak. Peristiwa penyerangan telah membuat beban masalah yang mereka hadapi semakin berat. Para tahanan mengungkapkan bahwa sebelum terjadi penyerangan pun mereka sudah bergelut dengan masalah hukum masing-masing yang membuat perasan mereka cemas, tidak menentu, dan bahkan putus asa.

Lembaga pemasyarakat telah memiliki sistem pembinaan yang cukup baik dari aspek finansial. Para warga binaan pemasyarakatan (WBP) dibekali dengan wawasan dan pengetahuan yang berorientasi pada peningkatan ekonomi, misalnya keterampilan wirausaha. Namun, penghuni lapas merupakan kelompok rentan yang sangat berisiko mengalami masalah dan gangguan psikologis. Sehingga penguatan dari sisi kemampuan wirausaha saja tidaklah cukup. (sumber: press release CPMH)