SEMINAR GOING INTERNATIONAL: THOUSAND PATHS TO THE WORLD

Bermaksud memunculkan motivasi intrinsik maupun ekstrinsik pada setiap mahasiswa Fakultas Psikologi UGM untuk berani menjejakkan kakinya di belahan bumi lain, Jum’at lalu (2/6) telah diselenggarakan sebuah seminar beasiswa di ruang A203 dengan menghadirkan 4 pembicara dari mahasiswa Fakultas Psikologi UGM yang pernah bertandang ke luar negeri. Seminar ini diselenggarakan atas inisiatif Dekan Fakultas Psikologi UGM, Prof. Dr. Faturochman, MA. dan dikoordinatori oleh Yopina Galih Pertiwi, MA sebagai staff pengajar fakultas yang berwenang atas hubungan bilateral antara Fakultas Psikologi UGM dengan universitas dari luar negeri.

Empat pembicara yang memaparkan pengalamannya dalam seminar ini antara lain Fauziah Nur Wahdhani (S1/2008), Banyu Wicaksono (S1/2009), Zafira Rahmania Nur Shabrina (S1/2010) dan Intan Puspitasari (S1/2008). Secara berurutan program yang diikuti oleh pembicara adalah Linnaeus Palme (Swedia), International Student Festival in Trondheim (Norwegia), United States-Indonesia Partnership Program (Amerika) dan ERASMUS Euroasia (Portugal).

Dalam seminar ini, selain memaparkan pengalaman masing-masing pembicara juga memberikan berbagai tips untuk belajar ke luar negeri mulai dari aplikasi beasiswa, mencari sponsor, hingga mengurus visa dan keberangkatan ke negara tujuan. Peserta seminar yang terdiri dari berbagai angkatan mahasiswa S1 Fakultas Psikologi UGM juga tampak antusias dalam mengikuti acara tersebut.

Banyu, yang saat ini menjadi ketua angkatan 2009, memaparkan bahwa adalah hal biasa ketika menemui banyak jalan berkelok untuk dapat menjejakkan kaki di luar negeri. Artinya sebuah pengalaman yang luar biasa musti didahului dengan perjuangan yang luarbiasa pula. Hal senada juga disampaikan oleh Uzi, panggilan akrab dari Fauziah. Menurut ceritanya Uzi telah mengalami 10 kali penolakan selama mengirimkan aplikasi beasiswa hingga akhirnya mendapatkan kesempatan belajar ke Hogskolan i Boras, Swedia. Lain hal nya dengan Intan, pengalamannya di Portugal memberikan pemahaman pada dirinya bahwa belajar ke luar negeri tidak hanya melulu mengenai kehidupan akademik namun lebih pada bagaimana seseorang bisa bertahan hidup dengan kondisi yang sama sekali berbeda dengan lingkungan asal. Sedangkan Fira dengan mantap mengatakan bahwa lewat pengalamannya kali itu ia memahami bahwa tidak semua orang Amerika seperti yang dikatakan orang pada umumnya, bahwa ia menemukan sahabat, keluarga, dan kebersamaan yang menyenangkan selama di Amerika.