Kamis (13/1) Center for Life-span Development (CLSD) UGM menyelenggarakan Semiloka Etika Penelitian dengan Partisipan Anak. Acara ini membahas tentang dinamika penelitian dengan partisipan anak dalam berbagai konteks. Acara dilaksanakan secara daring dengan mendatangkan pemateri ahli yang sudah berpengalaman dalam melakukan penelitian dengan anak.
Acara ini dilaksanakan mulai pukul 08.00 WIB hingga pukul 12.30 WIB. Acara dihadiri oleh 70 peserta.
Pemateri pada sesi pertama yaitu Edilburga Wulan Saptandari, M.Psi., Ph.D., Psikolog, Ketua Program Studi Doktor Ilmu Psikologi UGM. Dalam kesempatan ini Edilburga membawakan sebuah presentasi dengan judul Tantangan Metodologis dan Etis Penelitian dengan Anak. Hal-hal yang dibahas dalam presentasinya mulai dari alasan tentang mengapa peneliti memilih untuk tidak melibatkan anak hingga tips bagaimana melakukan penelitian dengan anak.
Sejarah panjang kode etik penelitian juga menjadi poin penting presentasi pada sesi pertama ini. Edilburga menceritakan tentang awal mula digunakan pada bidang medis. Penggunaan standar etik yang ketat yang mampu meminimalisir resiko partisipan penelitian ini akhirnya diadopsi pula oleh peneliti di bidang sosial humaniora.
“Ketika ada harm, ada bahaya, itu tidak hanya karena suatu yang masuk ke tubuh, tetapi ada aspek relasi kuasa antara peneliti dan partisipan. Nah di sini tentu kita nanti bisa atasi dengan metodologi dan ethical stepsnya ya” terang Edilburga seraya menjelaskan bagaimana peneliti harus mempunyai mindset yang baik saat penelitian dan tidak memandang rendah partisipan.
Sesi selanjutnya dalam acara ini diisi oleh Elga Andriana, S.Psi., M.Ed., Ph.D, Kepala Pengelola International Undergraduate Program (IUP) UGM dan Kepala Center for Life-span Development (CLSD) UGM. Elga membawakan presentasi dengan judul penelitian Melibatkan Anak yang Etis dan Inklusif. Pada presentasinya ini Elga mengajak peserta semiloka mengenali jenis-jenis disabilitas hingga adaptasi alat penelitian dan informed consent.
Dalam konteks riset, peneliti memiliki pendekatan disabilitas yang beragam. Elga menjelaskan setidaknya ada tiga pendekatan yang biasa digunakan yaitu Medical Model of Disability, Social Model of Disability, dan The International Classification of Disability, Functioning, and Health.
“Yang pertama dan ini mungkin yang paling banyak digunakan, terutama masih dalam konteks Indonesia, adalah medical model of disability. Jadi model ini menganut pemahaman bahwa ketidakmampuan atau hambatan itu bersumber dari individu,” terang Elga sembari menunjukkan riset-riset yang menggunakan pendekatan ini mengarah ke perbaikan pada aspek-aspek yang berkembang tidak sebagaimana mestinya.
Pada sesi terakhir presentasi diisi oleh Indra Yohanes Kiling, M.A., Ph.D., Asisten Profesor Psikologi, Fakultas Kesehatan Publik, Universitas Nusa Cendana, Kupang. Indra membawakan presentasi dengan judul Etika dan Kerentanan Anak di Perbatasan Indonesia. Selain memaparkan tentang kondisi demografis dan sosial budaya daerah perbatasan yang perlu diperhatikan peneliti pada saat melakukan penelitian, Indra juga menyoroti tentang belum kuatnya kesadaran peneliti psikologi yang melibatkan manusia untuk melakukan reviu etik penelitian.
Selanjutnya Indra juga menjelaskan pada peserta semiloka bahwa pada saat melakukan penelitian harus melihat relasi orang dewasa dan anak. Hal ini penting untuk mendapatkan perspektif dari anak secara lebih baik dan tidak terdistorsi dengan perspektif orang dewasa.
“Di perbatasan atau daerah berkembang lain, misalnya dengan relasi dengan anak, orang dewasa itu lebih kuat. (Hal itu) membuat perspektif (dari) anak ini terlupakan,” terang Indra.
Acara yang berlangsung selama hampir lima jam ini berjalan lancar dan interaktif. Pemateri secara aktif mengajak peserta semiloka untuk turut membagikan perspektif dan pengalamannya dalam melakukan penelitian dengan melibatkan partisipan anak.