Webinar: Pemberian Akomodasi bagi Peserta Didik Penyandang Disabilitas di Indonesia

Selasa (7/12) PGRI Kota Yogyakarta berkerjasama dengan Center for Life-Span Development (CLSD) UGM mengadakan webinar dengan tajuk “Pemberian Akomodasi bagi Peserta Didik Penyandang Disabilitas di Indonesia”. Acara ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Disabilitas Internasional yang setiap tahun diperingati pada tanggal 3 Desember.

Acara berlangsung pada pukul 13.00 WIB hingga pukul 15.45 WIB. Acara dihadiri oleh 200 peserta dari kalangan dosen, mahasiswa, guru, dan umum.

Acara ini dimoderatori oleh Elga Andriana, S.Psi., M.Ed., Ph.D, dosen Fakultas Psikologi UGM sekaligus Kepala CLSD UGM. Selama hampir tiga jam Elga membersamai peserta, memandu acara, sekaligus sebagai penterjemah pada acara yang dilangsungkan secara bilingual menggunakan Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia.  Acara ini juga dilengkapi dengan penterjemah bahasa isyarat sehingga ramah bagi penyandang disabilitas.

Dalam acara ini pemateri mempresentasikan tentang upaya-upaya pemberian akomodasi bagi penyandang disabilitas dari berbagai perspektif. Aswin Widhiyanto, ST., M.A. , Staf Kementrian Pendidikan & Kebudayaan RI, sebagai pemateri pertama menyampaikan bahwa pemerintah telah memberikan beberapa upaya untuk memperkuat pelayanan kepada disabilitas di lingkungan pendidikan. Salah satunya adalah pada tahun 2020 sudah diadakan pelatihan kepada 5000 guru reguler untuk penguatan penyelenggaraan pendidikan khusus.

“Memang jumlah ini sekali lagi belum memadai dibandingkan dengan kebutuhan yang ada, tapi (ini) adalah proses. Dan tentunya dukungan dari pemerintah daerah juga diharapkan, dari masyarakat juga diharapkan ya dalam pemenuhan kebutuhan ini,” terang Aswin.

Selanjutnya Dr. Rozi Beni, Kasubdit II FKKPD Ditjen Otda Kemendagri, sebagai pemateri kedua dalam acara ini menjelaskan tentang peran Kemendagri sebagai fasilitator dan pembina pemerintah daerah dalam melaksanakan kebijakan dari pemerintah pusat yang dalam konteks ini adalah undang-undang tentang pelaksanaan penyediaan layanan dan fasilitas pendidikan terhadap penyandang disabilitas. Rozi menjelaskan secara detail bagaimana regulasi peraturan pemerintah daerah direalisasikan dalam bentuk eksekusi nyata. Rozi juga menyatakan bahwa masyarakat punya hak partisipatif untuk turut memberikan masukan dan pendapat dalam pelaksanaan perda.

“Masyarakat dia punya hak dan dilindungi oleh undang-undang baik dalam menyusun perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan memberi pengawasan,” terang Rozi.

Pada sesi ketiga materi diisi oleh Robert Na Endi Jaweng dari Komisioner Ombudsman RI. Pada presentasinya Jaweng banyak menjelaskan tentang pengawasan pelayanan publik bagi peserta didik penyandang disabiilitas. Jaweng menjelaskan bagaimana hubungan antara warga yang memberikan mandat politik dalam pemilu dan mandat ekonomi dalam pembayaraan pajak kepada negara sehingga warga mempunyai hak menagih tanggung jawab terhadap negara yaitu melalui pelayanan publik di mana layanan terhadap penyandang disabilitas juga termasuk di dalamnya.

“Sesungguhnya tugas Ombudsman adalah mengawasi sejauh mana negara akuntabel terhadap mandat yang sudah diberikan oleh warga termasuk oleh para penyandang disabilitas,” terang Jaweng sembari menekankan bahwa pendekatan individual yang sudah lama dipakai dalam kebijakan pelayanan pendidikan kepada penyandang disabilitas segera diganti dengan pendekatan sosial yang mempunyai cakupan lebih luas.

Selanjutnya pemateri kelima diisi oleh Prof. David Evans dari The University of Sydney. Pada pemaparannya ini Evans menyampaikan tentang bagaimana sistem kebijakan pemerintah Sydney dalam merancang undang-undang anti diskriminasi terhadap penyandang disabilitas dan bagaimana aplikasi nyata undang-undang tersebut dalam lingkup pendidikan.

Evans memberikan contoh tentang penerapan undang-undang anti diskriminasi di Australia. Dalam pendidikan calon guru di New South Wales diwajibkan mengambil mata kuliah tentang disabilitas sehingga ketika menjadi guru, sudah mempunyai bekal dalam menangani pelajar penyandang disabilitas. Selanjutnya semua sekolah di New South Wales adalah sekolah inklusif yang sangat terbuka bagi penyandang disabilitas untuk mendaftarkan diri sebagai siswa.

Pembicara terakhir adalah Drs. Sugeng Mulyo Subono, Ketua PGRI Kota Yogyakarta. Pada presentasinya Sugeng mempunyai harapan agar dinas pendidikan memberikan solusi dan aktif membantu ketika guru di sekolah mendapatkan kesulitan dalam memberikan fasilitas pelayanan yang ideal terhadap penyandang disabilitas.

Tags: clsd