Kalimat ini pun terwujud ketika Panggung Kaum Penghibur "Dari Pengungsi Untuk Pengungsi" terlaksana. Jum’at malam tepat jam 19.30 WIB berbagai acara kreativitas seni digelar di Barak Pengungsi Stadion Maguwoharjo.
Acara ini dibuka dengan atraksi pelepasan puluhan lampion yang menggunakan paravin. Pada acara puncak, para pemain kethoprak menampilkan cerita meletusnya Gunung Merapi dari musibah yang mereka alami. Pemain menyadarkan penonton bahwa letusan gunung merapi merupakan gejala alam serta kehendak Yang Maha Kuasa, yang tidak pantas untuk diratapi. Kethoprak ini berusaha untuk mengajak para pengungsi untuk bangkit bersama menata kehidupan selanjutnya dalam menyongsong hari esok.
Tidak hanya manusia saja yang menjadi pengungsi. Gamelan yang digunakan dalam acara ini pun juga telah diungsikan pada Rabu (17/11) pagi. Akhirnya, indahnya lantunan gamelan menambah semaraknya pertunjukan kethoprak. Hadirnya lantunan gamelan pun sukses menghapus duka lara pengungsi pada malam tersebut. Orang tua siswa pun sangat antusias menonton anak-anaknya ketika tampil di atas panggung. Terlihat serempak mendesak ke depan dan mencoba untuk mengabadikan dengan handphone.
“Semoga kegiatan ini memberikan kenangan positif pada mereka. Pengungsian tidak hanya berarti penderitaan dan ketidaknyamanan. Dari pengungsian juga bisa didapatkan kegiatan positif dan pertemanan yang lebih luas, selain keselamatan. Dengan demikian di masa depan ketika terjadi keadaan bahaya lain, resistensi mereka untuk mengungsi akan menurun.” harap Rahmat Hidayat, PhD koordinator tim relawan psikologi.