UKP Bersinergi UKP Berbagi “Siap Sekolah: Apakah ‘Bisa Baca Tulis’ Sudah Cukup?”

Jumat (16/7) Unit Konsultasi Psikologi (UKP) Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada mengadakan acara webinar dengan tajuk “Siap Sekolah: Apakah ‘Bisa Baca Tulis’ Sudah Cukup?”. Acara ini merupakan bagian dari program UKP Bersinergi UKP Berbagi yang terbuka bagi semua kalangan

Acara ini berlangsung pada pukul 13.00 WIB hingga pukul 14.20 WIB. Acara ini dihadiri 50 peserta yang datang dari kalangan akademis dan masyarakat umum.

Narasumber dari acara ini adalah Raninta Wulanwidanti, M.Psi., Psikolog, founder Kelas Bermain Pacu-pacu yang juga aktif sebagai psikolog rekanan di UKP UGM dan Klinik Jogja Medical Center. Dalam acara ini alumnus S1 Psikologi Universitas Gadjah Mada dan Magister Profesi Psikologi Anak Universitas Indonesia ini membawakan materi tentang isu kesiapan anak dalam memasuki masa sekolah.

Keterampilan membaca dan keterampilan menulis seringkali menjadi perhatian bagi orang tua ketika anak memasuki sekolah. Ketika anak tidak bisa membaca dan menulis seperti teman-temannya, maka orang tua cenderung mengkhawatirkan keadaan itu. Padahal ketidakmampuan anak membaca dan menulis di usia awal masuk sekolah adalah hal wajar yang tidak perlu dikhawatirkan.

Raninta menjelaskan bahwa ketika ada anggapan bahwa anak berusia 3-4 tahun harus bisa menulis adalah mitos belaka. Secara fisiologis, Raninta menjelaskan, bahwa pada usia tersebut struktur tulang pada jari dan telapak tangan anak sangat berbeda dengan struktur tulang anak usia 7 tahun. Oleh sebab itu ketika anak di usia tersebut belum bisa menulis adalah wajar-wajar saja.

“Kalau memang dia belum siap untuk menulis, belum bisa untuk menulis, ya udah nggak apa-apa. Nggak usah kita paksakan. Maka kegiatan lain yang harus kita gantikan,” terang Raninta sambil menunjukkan kegiatan-kegiatan lainnya yang bisa diberikan kepada anak untuk menstimulus keterampilan motorik halusnya.

Kemampuan anak membaca dan menulis di usai dini juga tidak bisa menjadi prediktor prestasi anak di sekolahnya pada tahun-tahun kemudian. Raninta menjelaskan bahwa ada keragaman kemampuan pada anak yang tidak bisa di sama ratakan. memang ada anak yang mempunyai IQ di atas rata-rata yang bisa lebih cepat dalam mendapatkan keterampilan membaca dan menulis namun itu hanya sebagian kecil saja. Daripada memaksakan kemampuan membaca anak, Raninta lebih menekankan ke pemahaman anak terhadap kata-kata di sekitarnya.

“Yang perlu kita perhatikan dan sebagai oranng tua ataupun guru yang perlu kita kejar adalah pemahamannya anak, (jadi) bukan sekadar dia bisa baca pasti pinter nih. Ntar dulu, kita cek dia paham atau nggak. Itu yang perlu diobservasi oleh orang tua dan guru” tutur Raninta.

Terlepas dari kemampuan membaca dan menulis anak, Raninta lebih menekankan pentingnya contoh sikap dan perilaku dari orang tua untuk dapat memberi kesiapan anak dalam memasuki masa sekolah. Orang tua akan menjadi teladan bagi anak dalam bersosialisasi dengan masyarakat sekitar dan berperilaku disiplin dalam kehidupan sehari-hari.

“Nah contoh-contoh teladan ini yang nantinya juga akan ditiru oleh anak ketika dia bersosialisasi di sekolah,” terang Raninta.

Selanjutnya Raninta menjelaskan bahwa kesiapan sekolah dinilai sebagai kesiapan anak untuk mengikuti pembelajaran materi spesifik sesuai dengan level perkembangan anak. Hal itu dapat diukur melalui matangnya aspek perkembangan anak yang secara langsung akan membantu anak dalam proses belajar dan penyesuaian dirinya di sekolah. Lebih lanjut Raninta menggunakan berbagai pendekatan untuk mengenalkan peserta pada aspek-aspek perkembangan anak dan aspek kesiapan anak saat sekolah

Pada sesi terakhir Raninta memberikan contoh-contoh kegiatan sensori yang dapat memberikan stimuli pada aktivasi keterampilan motorik dan perkembangan anak. Kegiatan-kegiatan itu sangat sederhana seperti mengenal tekstur, aroma, warna dan kegiatan yang bisa mengasah fokus anak seperti memindahkan karet gelang dan melempar bola. Selanjutnya untuk aktivitas yang melatih otot jari antara lain latihan menggunakan jepit jemuran, menggunakan pipet, dan free writing yaitu mengikuti pola titik-titik menggunakan alat tulis. Hal ini bisa melatih otot jari anak untuk persiapan belajar menulis.