Memahami Konstruk Teori Gotong Royong pada Generasi Milenial

Jumat (7/5) Promovendus Club Program Doktor Ilmu Psikologi mengadakan acara dengan tema “Memahami Konstruk Teori Gotong Royong pada Generasi Milenial”. Acara ini merupakan kolokium dua mingguan (KDM), namun khusus bulan ini dilaksanakan hampir setiap minggu sekali.

Acara dimuali pukul 09.00 WIB hingga pukul 10.45 WIB. Acara ini dihadiri oleh 44 peserta dari berbagai universitas.

Pemateri pada acara KDM kali ini adalah Dr. Nicholas Simarmata, S.Psi., M.A., dosen Universitas Udayana dan juga alumni Program Doktor Ilmu Psikologi UGM. Ia membawakan materi yang juga menjadi tema penelitiannya di program doktoral yaitu gotong-royong. Nicho, begitu ia disapa, memilih gotong royong sebagai tema penelitiannnya diawali dari keprihatinan tentang memudarnya kebanggaan dan kepercayaan masyarakat di Indonesia tentang konsep gotong royong.

“Terus terang di awalnya saya mengalami keprihatinan karena saya mendengar bebrapa orang mengatakan bahwa gotong royong itu adalah sebuah romansa, sebuah nostalgia, sebuah hal yang kuno yang seakan-akan itu adalah sebuah dongeng atau legenda. Yang membuat saya lebih sedih lagi kok itu dikatakan oleh orang Indonesia sendiri, di mana gotong royong itu milik bangsa Indonesia,” ucap Nicho.

Hal yang lebih mendorong Nicho untuk meneliti tentang gotong royong adalah bahwa konsep ini masih aktual dan unik. Hal itu terlihat dari beberapa peneliti dan akademisi dari luar negeri yang menulis karya ilmiah dan artikel tentang konsep gotong royong.

“Padahal yang pernah saya baca di opini Kompas itu Duta Besar Korea Selatan pernah menulis tentang gotong royong. Beliau begitu menghargai konsep ini. Begitu juga kalau bapak ibu buka Google Schoolar itu tema riset tentang gotong royong yang banyak disitasi itu malah penelitian dari Robert Bowen. Beliau adalah dosen Antropologi dari Washington University St. Louis Amerika,” tutur Nicho.

Selain alasan yang sudah dipaparkan di atas, alasan Nicho memilih gotong royong sebagai objek penelitiannya adalah sebagai wujud cintanya dengan produk budaya asli bangsa Indonesia. Hal itu juga pernah diutarakan presiden Soekarno bahwa jika Pancasila itu diperas menjadi satu sila, maka sila itu adalah gotong royong.

Dalam pemaparan materinya Nicho membaginya menjadi lima poin utama yaitu tentang definisi gotong royong, kaitan gotong royong dengan ketahanan nasional, alasan memilih konteks organisasi, alasan memilih objek milenial, dan yang terakhir adalah gambaran hasil akhir konstruk teorinya.

Nicho berharap hasil dari risetnya adalah membawa konsep gotong royong ini ke kancah internasional sehingga Indonesia bisa dikenal oleh negara lain dengan keotentikannya. Selain itu ia juga berharap bahwa Indonesia tidak hanya menjadi lahan penelitian dari negara lain dan juga sebaliknya Indonesia tidak hanya sekadar menjadi pengimpor konsep atau konstruk dari teori asing. Indonesia juga bisa menggali konsep masterpiece dari leluhur yang akan berguna bagi kehidupan kini dan nanti.

“Saya harap hasil riset ini bagi saya menjadi Langkah kecil untuk menuju seperti yang dilakukan almarhum antropolog Koentjoroningrat. Beliau membawa konsep gotong royong ini sampai ke Cornell University sehingga di sana ada Pusat Studi Indonesia,” Ucap Nicho.

Acara berjalan dengan lancar. Beberapa peserta berkesempatan menyampaikan pertanyaan tentang gotong royong melalui chat box ataupu secara langsung. Sesi tanya jawab berlangsung secara interaktif dan banyak memberikan insight pada peserta.

Panitia cukup senang dengan berlangsungnya acara KDM pada pagi itu. Panitia berharap acara KDM akan bisa terus dilaksanakan secara rutin dan dapat menyajikan tema-tema yang lebih bervariasi.