Konversi SKS: 14 | Posisi & Kuota: Admin HR (1 orang), Rekrutmen Staff (1 orang), Compliance Staff (1 orang)| Batas Pendaftaran: 26 Mei 2025
2025
Konversi SKS: 14| Posisi & Kuota: Asisten Psikolog (3 orang) | Batas Pendaftaran: 26 Mei 2025
Yogyakarta, 8 Mei 2025 —Sebuah penelitian terkini yang dimuat dalam jurnal bereputasi Mindfulness (Springer Nature) menyoroti hubungan psikologis yang penting antara self-compassion (belas kasih terhadap diri sendiri), hambatan dalam pemenuhan kebutuhan interpersonal, dan munculnya pikiran untuk bunuh diri (suicidal ideation) pada kalangan remaja dewasa di Indonesia. Studi berjudul “Relationship Between Self-Compassion, Thwarted Interpersonal Needs, and Suicidal Thoughts Among Indonesian Young Adults” ini ditulis oleh Ferdi W. Djajadisastra, Jennifer S. Ma, Sugiarti Musabiq, dan Lavenda Geshica. Artikel tersebut dipublikasikan dalam Mindfulness, Volume 16, halaman 1002–1014, dan telah terindeks di Scopus Q1 dengan Impact Factor sebesar 3,1 pada tahun 2023.
Fakultas Psikologi UGM dan TVRI Yogyakarta kembali dengan episode terbaru OPSI: Obrolan Psikologi. Pada episode 3 yang tayang Selasa, 6 Mei 2025, pukul 15.00 – 16.00 WIB, tema yang diangkat adalah “Sekolah Sejahtera Pondasi Generasi Emas: Pilar Masa Depan Bangsa”.
Tiga peneliti dari Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada mengikuti The 23rd Congress on Disaster and Emergency Medicine, yang diselenggarakan pada 2–6 Mei 2025 di Keio Plaza Hotel, Shinjuku City, Tokyo, Jepang. Konferensi dua tahunan yang diadakan oleh World Association for Disaster and Emergency Medicine (WADEM) ini merupakan forum yang mempertemukan para pakar, peneliti, pembuat kebijakan, dan praktisi dari seluruh dunia untuk berbagi pengetahuan, hasil riset, serta pengalaman dalam bidang kedaruratan dan penanggulangan bencana.
Artikel ini memaparkan efektivitas pendekatan psikoterapi berbasis Exposure and Response Prevention (ERP) dalam menangani individu dengan Body Dysmorphic Disorder (BDD). BDD merupakan gangguan mental yang ditandai dengan preokupasi berlebihan terhadap kekurangan fisik yang sebenarnya tidak terlihat signifikan oleh orang lain. Gangguan ini sering kali menyebabkan penderita mengalami kecemasan berat, isolasi sosial, dan penurunan kualitas hidup.
Dalam studi kasus ini, para peneliti mendokumentasikan proses terapi ERP pada beberapa pasien dengan diagnosis BDD. Hasil terapi menunjukkan adanya penurunan signifikan dalam tingkat kecemasan, perilaku kompulsif, dan gangguan fungsi sosial. Pendekatan ERP — bagian dari Cognitive Behavioral Therapy (CBT) — dinilai berhasil membantu pasien untuk menghadapi ketakutan mereka tanpa melakukan respons kompulsif seperti memeriksa cermin secara berlebihan atau mencari reassurance.
Lebih lanjut Riangga juga menyampaikan bahwa, penelitian ini tidak hanya memberikan kontribusi pada praktik klinis dalam penanganan BDD, tetapi juga mendukung Sustainable Development Goals (SDG) 3: Good Health and Well-being, khususnya target 3.4 yang menekankan pentingnya promosi kesehatan mental dan pengurangan penyakit tidak menular melalui pendekatan pencegahan dan pengobatan yang tepat.
Berikut ini introduction, kata kunci, dan link artikel tersebut.
Introduction. Body Dysmorphic Disorder (BDD) is characterized by a persistent preoccupation with perceived physical flaws that are often unnoticed by others. It affects approximately 1.9–2.2 % of the population (Veale et al., 2016) and is associated with significant risks, including suicide attempts in 24–28 % of cases (Phillips, 2007). Effective treatment is critical. Exposure and Response Prevention (ERP), a form of Cognitive Behavioral Therapy (CBT), helps patients confront feared stimuli while resisting compulsive behaviors (Hyman and Pedrick, 2010). While randomized trials support CBT’s effectiveness (Wilhelm et al., 2019), research on BDD treatment in Indonesia remains limited despite the disorder’s prevalence and suicide risk.
This study examines three BDD patients receiving weekly online and in-person ERP at a Jakarta psychotherapy office. Patients consented to the anonymized data use for research. Assessments included the Patient Health Questionnaire (PHQ), Body Dysmorphic Disorder Questionnaire (BDDQ), and the Yale-Brown Obsessive-Compulsive Scale Modified for Body Dysmorphic Disorder (BDD-YBOCS) (Jaya et al., 2024; Phillips et al., 1995; Phillips et al., 1997). Progress was tracked through symptom reduction and changes in BDD-YBOCS scores.
Keywords: Body Dysmorphic Disorder; Exposure and Response Prevention Therapy; Cognitive Behavioral Therapy; Case Series
Link:
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1876201825001480?via%3Dihub
Yogyakarta, 5 Mei 2025 — Sebuah studi terbaru berjudul “A bibliometric analysis on disaster volunteer resilience research: All time period” yang dipublikasikan dalam prosiding terindeks Scopus: IOP Conference Series: Earth and Environmental Science 1479 012036, mengungkap tren, kolaborasi, dan fokus utama riset global terkait ketangguhan relawan bencana.
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada melalui tim Center for Public Mental Health (CPMH) kembali memperoleh pengakuan internasional dengan berhasilnya proposal program Religion and Healing: Collaborative and Participatory Methodologies (RHEAL) mendapatkan pendanaan dari Horizon Europe Framework melalui skema Marie Skłodowska-Curie Actions (MSCA) Staff Exchanges. Program RHEAL berfokus pada pengembangan pendekatan penyembuhan lintas budaya dan interdisipliner dalam bidang kesehatan mental.
Fakultas Psikologi UGM dan TVRI Yogyakarta kembali menghadirkan OPSI: Obrolan Psikologi, sebuah talk show interaktif mingguan. Episode kedua yang tayang pada Selasa, 29 April 2025, pukul 15.00-16.00 WIB, membahas tema “Klik, Pinjam, Menyesal: Memahami Pinjol secara Neurosains”.
Perjalanan akademiknya dimulai pada tahun 1993. Prabaswara sempat berkeinginan masuk jurusan komunikasi. Namun, pilihan saat ujian masuk universitas justru membawanya ke dunia psikologi — keputusan yang kemudian membuka jalan panjang karier Prabaswara.
Selepas kuliah, Prabaswara bergabung dengan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DIY, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang fokus pada kesehatan seksual dan reproduksi serta pemberdayaan keluarga. Di sana, ia mengasah keterampilan problem solving, teamwork, dan target setting. “Banyak lulusan psikologi yang bergabung dengan NGO ini, terutama untuk mendapatkan pengalaman kerja sebagai relawan,” kenangnya.
Tak berhenti sebagai relawan, ia kemudian beralih menjadi staf media development. Bekerja bersama rekan-rekan yang berorientasi pada pencapaian tinggi (high achievers) semakin memacu semangatnya untuk berkembang. Ia pun melanjutkan jenjang pendidikan profesi psikologi, yang membuka lebih banyak peluang dalam kariernya.
Selama lebih dari 20 tahun, Prabaswara berkarya di Martha Tilaar Group. Di sana, ia mengembangkan program pelatihan yang memadukan ilmu psikologi dengan pengembangan sumber daya manusia. “Lingkungan kerja yang kondusif dan nyaman, membuat saya bisa berkembang dan belajar banyak,” ungkapnya. Dari awal sebagai Training and Development Supervisor, kariernya terus menanjak hingga dipercaya menjadi Manajer Training and Development.
Di puncak karirnya, Prabaswara mengambil langkah besar menjadi psikolog independen. “Untuk eksplorasi hal baru,” tegasnya. Kini, ia fokus pada konseling dan pelatihan, serta aktif dalam Keluarga Alumni Psikologi Gadjah Mada (KAPSIGAMA), organisasi alumni psikologi yang ia pimpin.
Mengenang masa kuliah, Prabaswara merasa beruntung dikelilingi teman-teman yang cerdas dan suportif, hingga memunculkan motivasi dirinya untuk terus berkembang. “Keterlibatan sebagai asisten praktikum menjadi pengalaman yang menyenangkan karena hubungan yang terjalin dengan teman-teman masih erat hingga saat ini,” tambahnya.
Bagi mahasiswa, alumni, maupun fresh graduates yang ingin memasuki dunia kerja, Prabaswara berbagi tips praktis. “Persiapkan CV yang kuat, bergabung dalam organisasi untuk menambah pengalaman, dan kuasai keterampilan digital,” sarannya.
Ia juga menekankan pentingnya melakukan riset tentang perusahaan dan memahami budaya kerja sebelum wawancara. “Pahami metode wawancara, seperti Behavioral Event Interview (BEI), serta perhatikan aspek non-verbal seperti penampilan dan pakaian,” tambahnya.
Dalam membuat keputusan karier, Prabaswara menyarankan untuk menulis semua opsi yang ada, lalu menganalisis kelebihan dan kekurangannya. “Tulislah semua opsi yang ada dalam pikiran kita, lalu buat analisis kelebihan dan kekurangannya. Jika ada peluang baru yang muncul di luar rencana, pertimbangkan apakah akan diambil atau tidak,” katanya.
Tak hanya itu, ia mengingatkan pentingnya memahami latar belakang generasi yang berbeda di dunia kerja, terutama bagi generasi muda, seperti Gen Z. “Dengan begitu, mereka bisa beradaptasi dengan baik dengan berbagai gaya kerja yang ada,” ujarnya.
Untuk membangun networking, Prabaswara menyarankan untuk memulai dari lingkungan terdekat. “Bergabung dalam organisasi atau proyek bisa menjadi langkah awal yang baik untuk memperluas networking. Dengan sikap proaktif dan inisiatif, membangun jaringan menjadi lebih mudah,” jelasnya. Ia juga mendorong para lulusan baru untuk tak ragu mencoba berbagai bidang. “Tidak semua tempat kerja akan terasa nyaman, setiap perusahaan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Yang penting adalah mencoba dan terus berkembang”.
Menurut Prabaswara, psikologi adalah ilmu yang selalu berkembang dan relevan di berbagai bidang. “Bahkan, setelah lulus, masih banyak ilmu terapan yang bisa diperdalam. Alumni psikologi harus tetap haus akan pengetahuan dan terus belajar,” katanya. Ia juga mengingatkan bahwa hidup itu fluktuatif, dan kita harus menjalani pilihan yang sudah dibuat dengan baik. “Jangan hanya terpaku pada satu bidang, eksplorasi bidang lain juga penting untuk meningkatkan kemampuan dan membangun personal branding yang kuat,” ujarnya.
Bagi mereka yang sedang berjuang, baik
fresh graduate