Mengusung topik, “Jejak Cerita di Balik Ruang Konsultasi: Konseling Kedukaan”, Unit Konsultasi Psikologi (UKP) kembali menyelenggarakan UKP Bersinergi UKP Berbagi (UBUB) ke-12 pada Jumat (10/9). Topik kali ini disampaikan oleh Dra. Sri Kusrohmaniah, M.Si., PhD dan Azri Agustin S.Psi., Psikolog serta Wirdatul Anisa, M.Psi., Psikolog sebagai moderator.
Tampil sebagai pemateri pada sesi pertama, Kusrohmaniah menyampaikan bahwa kedukaan tidak harus selalu tentang kehilangan, namun bisa juga tentang peristiwa atau perubahan ekstrim yang terjadi. “Tentu saja perubahan yang dimaksud bersifat negatif”, jelas Kusrohmaniah. Selain itu, sebagai pengantar, Ia juga menyempaikan bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki kecenderungan untuk membentuk ikatan kasih yang difasilitasi oleh hormon oksitosin. Ketika ikatan kasih terganggu, maka saat itulah terjadi kedukaan yang membuat tubuh terbebani dan harus mengatur ulang kondisinya.
Duka dapat dimaknai sebagai respon alami yang dimiliki oleh manusia, bahkan hewan, ketika mengalami kehilangan atau kematian seseorang maupun sesuatu yang penting bagi dirinya. Ketika seseorang sedang mengalami duka, maka ketika itu pula manusia juga mengalami berbagai emosi, seperti kesepian, tidak percaya, mati rasa, merasa bersalah, kecemasan, keputusasaan, bahkan marah.
Menurut Kusrohmaniah, kedukaan yang berlangsung terus menerus akan menjadi sebuah gangguan yang kompleks jika tidak ditangani secara cepat dan tepat. Gangguan kompleks tersebut meliputi, Post-Traumatic Disorder (PTSD), Mayor Depressive Disorder (MDD), complicated-bereavement, Prolonged Grief Disorder (PGD), dan gangguan kepribadian.
Kemudian, pada sesi kedua dilanjutkan penyampaian materi oleh Azri, “Pulih dari Duka adalah judul yang saya ambil untuk membuka paparan materi dan diskusi kita hari ini”. Menurut Azri, dalam proses kedukaan sebetulnya membutuhkan waktu untuk bisa memulihkan diri kita sendiri.
Ada beberapa tahapan kedukaan yang dilewati oleh seseorang, yang pertama menolak, dimana seseorang merasa bahwa kedukaan yang dialami harusnya tidak terjadi. Kemudian, tahap kemarahan yang memunculkan pertanyaan kenapa dirinya yang harus mengalami kedukaan. Selanjutnya, tahap tawar-menawar yang memunculkan keinginan memutar waktu dan pertanyaan “seandainya saja”. Lalu, tahap depression yang membuat seseorang semakin masuk ke tingkat kesedihan yang lebih dalam dan kehilangan yang besar. Terakhir, tahap menerima dimana seseorang mulai mengelola kondisi diri dan menemukan makna dari kehilangan.
Adapun hal-hal penting yang perlu diperhatikan mengenai tahapan kedukaan, antara lain bahwa setiap tahap tidak berlangsung secara linier. Beberapa orang dapat merasakan satu tahap kemudian kembali pada tahap sebelumnya. Akan tetapi, ada juga yang melewati tahapan kedukaan secara linier dalam waktu yang singkat.