Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada mengirimkan dua mahasiswa, Regisda Machdy Fuadhy dan Azizah Suli pada 15 Januari 2013. Serta Dr. Neila Ramdhani, M.Si., M.Ed. sebagai staf pengajar berada di Boras sejak 22 Februari 2013.
Duta mahasiswa Hogskolan I Borås, Emilie Hedman dan Karolina Karhunen telah belajar lebih dulu di Fakultas Psikologi UGM pada 25 Oktober 2012. Mereka belajar di Indonesia hingga awal Januari 2013. Sementara duta pengajar diwakili oleh Prof. Lillemor Adrianson, perintis kerjasama internasional ini. Prof. Lillemor telah berada di kampus biru sejak awal Maret 2013.
Regisda Machdy Fuadhy merasa belajar banyak hal dan memetik ilmu baru dari program pertukaran ini. Mahasiswa angkatan 2010 pun menceritakan pengalamannya. "Saya menyadari bahwa Swedia adalah negara yang sangat bagus dalam mengelola sampah. Zero waste system, mereka mengimpor sampah untuk diolah. Swedia juga negara yang sangat teratur baik dari personal maupun sistem. Beralih di kampus Hogskolan I Borås, fasilitas untuk orang difabel tersedia mulai dari toilet, lift, buku, tangga, perpustakaan, ruang kelas, dan bahkan terdapat student ombudsman . Kampus ini nampaknya menyumbang peranan besar dalam mempertahankan keunggulan Borås sebagai kota tekstil. Saya melihat sebuah poster tentang pengelolaan limbah celana blue jeans menjadi bahan bakar mobil. Mahasiswa Swedia aktif sekali di kelas, keaktifan tidak menjadi penilaian layaknya di Indonesia. Saya kembali merefleksikan pada Indonesia, apakah karena ada hierarchy atau faktor budaya yang membuat kita tidak berani berpikir kritis dan berargumen?", ujar Regis.
"Saya menjumput pidato rektor, perbincangan dengan dosen, diskusi Ph.D Student asal indonesia, dan juga dari seminar saat PPI Swedia berkumpul di ibu kota Stockholm. Jika berkaca pada teori ”Culture Shock” yang diproposisikan oleh Oberg, mungkin sekarang saya masih dalam fase honeymoon. Saya masih pada tahap menikmati semua keindahan yang ada di Borås dan mengaggumi semua keteraturan yang tidak ada di Indonesia. Namun di saat yang bersamaan, sayapun menjadi sangat bangga dengan UGM. Dengan filosofi pendidikan yang melibatkan pengabdian masyarakat (contoh: KKN), juga keterlibatan mahasiswa dalam dunia riset. Saya tidak bisa membayangkan akan seluar biasa apa Indonesia nanti, atau melalui UGM, jika kita punya sistem dan teknologi yang bagus seperti di Swedia dan juga mempunyai mental yang berani, disiplin, dan bertanggung jawab", pungkasnya.