Penyimpangan Perkembangan Kepribadian Pelaku Kekerasan Seksual

Peneliti: Prof. Dr. Endang Ekowarni

Abstrak
Meningkatnya tindak kekerasan seksual terhadap anak menimbulkan pertanyaan, bagaimana cara mengatasi masalah tersebut? Apakah penanganan masalah sepenuhnya menjadi tanggung jawab polisi, jaksa, pengacara, hakim? Perlu dicermati pendapat Haugaard & Reppucci (dalam Feruson, 1999) :
”the growing awareness of child sexual abuse as an issue let to greater professional and secientific involvement, particulary with regard to the hole of the child sexual abuse in the genesis of mental health problems”

Penelitian ini bertujuan mengkaji profil penyimpangan keprbadian para pelaku kejahatan seksula terhadap anak yang hasilnya diharapkan menjadi upaya awal disasarnya suatu model rehabilitasi bagi para pelaku. Subjek penelitian terdiri dari 36 orang narapidana yang dipidana karena tindak kejahatan seksual terhadap anak. Usia subjek berkisar antara 16 tahun sampai dengan 74 tahun dengan latar belakang pendidikan dari tidak pernah mendapat pendidikan sekolah dasar sampai dengan setara SLTA. Dilakukan asesmen terhadap kecenderungan penyimpangan kepribadian berdasarkan aspek : (1) Intimacy Deficit; (2) Deficient Sexual Script; (3) Emotional Disregulation; (4) Antisocial Cognition; (5) Multiple Disfunctional Mechanism.


Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tingkat perkembangan inteligensi para pelaku tergolong rendah (mean 29,94 berdasarkan Standard Progressive Matrices). Tingkat inteligensi tersebut berkorelasi negatif yang signifikan dengan karakter antisocial cognition dengan nilai r sebesar = -0,387 ; p < 0,05 (0,020) , nilai R-Square = 0,15 atau sebesar 15% kearah negatif. Pola kepribadian para pelaku cenderung pada karakter noncriminogenic sehingga dimungkinkan memperoleh terapi psikologis. Oleh karena cukup banyak pelaku yang sudah berusia lanjut maupun yang masih pada usia anak-anak (kurang dari 18 tahun) dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun dan denda Rp 60.000.000,00 atau subsider 6 bulan maka sistem rehabilitasi perlu menggunakan pendekatan ”psycho-socio-legal perspective”.


Kata kunci: pelaku kejahatan seksual terhadap anak; penyimpangan perkembangan; antisocial cognition


Kesimpulan

Berdasarkan kajian yang masih sangat terbatas dalam jumlah responden, pendalaman masalah, akurasi instrumen yang digunakan dapat diperoleh kesimpulan bahwa : (1) pelaku kejahatan seksual berasal dari latar belakang kehidupan yang sederhana yang dibelit oleh masalah sosial-ekonomi yang kompleks; (2) keteratasan pendidikan berdampak pada wawasan yang sempit sehingga tidak memahami adanya sangsi hukum atas tindakan kekerasan yang dilakukan; (3) berdasar latar belakang budaya yang menganggap anak adalah individu yang lemah, mudah diancam, diperdaya; (4) keterbatasan pemahaman mengenai masalah hukum sehingga tidak menyangka bahwa tindakan yang dilakukan ”hanya” kepada anak-anak ternyata memperoleh sangsi hukuman yang cukup tinggi; pada umunya pelaku tidak termasuk dalam kelompok criminogenic yang memiliki dorongan dan naluri kriminal melainkan para petani dan buruh serta pedagang kecil yang menganggap perlakuannya terhadap anak sebagai hal yang biasa.