Arsip:

Berbagi Cerita

Menggali Manfaat Rasa Syukur untuk Kesehatan Mental yang Lebih Baik

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada kembali mengadakan kegiatan rutin berbagi cerita pagi secara daring, Rabu (11/9). Sesi kali ini menghadirkan, Ramadhan Dwi Marvianto, S.Psi., M.A., atau akrab disapa Marvi, dosen Fakutlas Psikologi UGM sebagai pembicara. Dengan tema “Meningkatkan Kesehatan Mental melalui Rasa Syukur”, sesi ini berhasil menarik antusiasme audiens untuk mengeksplorasi dampak mendalam dari rasa syukur terhadap kesejahteraan mental.

Penelitian menunjukkan bahwa individu yang mempraktikkan rasa syukur cenderung mengalami tingkat kebahagiaan dan optimisme yang lebih tinggi. Sikap positif ini dapat mengurangi stres dan secara signifikan meningkatkan kesehatan mental. Marvi menekankan pentingnya menghargai hal-hal kecil dalam hidup.

“Penting untuk menghargai hal-hal kecil dalam hidup untuk lebih fokus pada apa yang membawa kegembiraan dan kebahagiaan, daripada terjebak dalam negativitas,” tegasnya.

Mempraktikkan rasa syukur berarti mengakui dan menghargai momen-momen sehari-hari yang sering kali terabaikan. Rasa syukur tidak harus menunggu peristiwa besar, “Rasa syukur itu bisa dimulai dari pengakuan kecil, dengan membudayakan kebiasaan bersyukur, kita dapat membuka diri untuk menerima lebih banyak nikmat dalam hidup,” tambahnya.

Menghargai diri sendiri, memaafkan diri sendiri, dan mengungkapkan terima kasih atas pengalaman sehari-hari adalah cara-cara sederhana namun efektif untuk membangun pola pikir yang bersyukur. “Esensi dari rasa syukur terletak bukan pada apa yang dimiliki, tetapi pada apa yang dirasakan dan disyukuri. Apa yang kita miliki dan syukuri sering kali lebih memuaskan daripada keinginan yang tidak terpenuhi” ungkapnya.

Dalam kehidupan sehari-hari, rasa syukur dapat diekspresikan melalui tindakan sederhana seperti mengucapkan terima kasih, berdoa, atau memanfaatkan nikmat yang telah diberikan dengan bijak. Beberapa strategi Marvi yang dapat diterapkan untuk membudayakan rasa syukur diantaranya; 1) menghargai apa yang dimiliki, 2) memanfaatkan sumber daya dengan bijak, 3) tidak mengeluh dan terus berusaha, dan 4) membangun hubungan positif dengan orang lain.

“Dengan merangkul rasa syukur dan memanfaatkan apa yang telah diterima, individu dapat mencapai kesuksesan dan kebahagiaan dalam hidupnya”, pungkasnya.

Lebih lanjut, selain dapat meningkatkan kesehatan mental, rasa syukur ternyata dapat memberikan banyak manfaat lain seperti; a) memperkuat iman, b) mengurangi ketidakpuasan, c) meningkatkan kesehatan fisik, d) menumbuhkan empati dan kepedulian, dan e) meningkatkan kualitas hubungan sosial.

Aspek-aspek ini sangat penting untuk mencapai kehidupan yang seimbang dan memuaskan. Setiap audiens didorong untuk mengintegrasikan rasa syukur ke dalam rutinitas sehari-hari, menyadari potensi transformasi rasa syukur terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan secara keseluruhan. Wawasan yang dibagikan oleh Marvi menjadi pengingat akan kekuatan rasa syukur dalam menghadapi tantangan hidup dan membangun pandangan yang positif.

Penulis: S. Fauzi

Editor: Erna Tri Nofiyana

Foto: Unsplash.com

Disiplin dan Kerja Keras dalam Bekerja sebagai Wujud Pengamalan Nilai-nilai Kepramukaan

Yogyakarta, 14 Agustus 2024 – Salam Pramuka! Pada hari ini, sebuah acara penting berlangsung di Taman Sisi Selatan Fakultas Psikologi, Sussanti, salah satu tendik Fakultas Psikologi berbagi cerita berharga tentang nilai-nilai  kepramukaan. Acara ini bertujuan untuk menekankan pentingnya disiplin dan kerja keras dalam bekerja sebagai komponen penting dalam pengembangan karakter.

Nilai-nilai kepramukaan adalah prinsip-prinsip positif yang ditanamkan kepada anggota melalui Tri Satya dan Dasa Dharma. Tri Satya berfungsi sebagai janji yang mencerminkan nasionalisme dan tanggung jawab sosial anggota pramuka, sementara Dasa Dharma adalah kode moral yang harus dihafal, dipahami, dan dipraktikkan untuk membentuk karakter yang baik. Nilai-nilai ini bukan sekadar teori; nilai-nilai tersebut adalah pedoman praktis yang membentuk perilaku dan pola pikir setiap anggota pramuka.

Nilai-nilai kepramukaan mewakili proses pendidikan yang terjadi di luar lingkungan sekolah dan keluarga. Ini melibatkan kegiatan yang menarik, menyenangkan, sehat, teratur, terarah, dan praktis, sering dilakukan di alam terbuka. Tujuan akhirnya adalah untuk membentuk karakter, moral, dan budi pekerti luhur di kalangan generasi muda.

Dalam konteks kepramukaan, kegiatan pembentukan karakter menekankan sifat-sifat seperti percaya diri, kepatuhan pada aturan sosial, menghargai keberagaman, berpikir logis dan kritis, kreativitas, kemandirian, keberanian, ketekunan, disiplin, visi, kesederhanaan, semangat, dinamisme, pengabdian, ketertiban, dan konstruktivitas. Sifat-sifat ini sangat penting untuk pengembangan pribadi dan berkontribusi pada pencapaian SDGs, terutama dalam bidang kesetaraan dan akses pendidikan.

Disiplin dan kerja keras sangat penting dalam dunia kerja dan dalam kehidupan sehari-hari. Disiplin dan kerja keras menjadi fondasi untuk mencapai cita-cita seseorang. Dalam dunia pendidikan, tingkat disiplin dan kerja keras yang tinggi sangat diperlukan, ini mencerminkan karakter yang kuat, memungkinkan individu untuk menghadapi tantangan dan mengejar tujuan dengan tekad yang kuat.

Disiplin adalah sikap mental yang tercermin dalam perilaku individu, kelompok, atau masyarakat. Ini melibatkan kepatuhan terhadap aturan, ketentuan, etika, norma, dan standar yang berlaku. Kepatuhan terhadap disiplin ini mendorong individu menuju kesuksesan yang diharapkan.

Dari berbagai sudut pandang, dapat disimpulkan bahwa disiplin adalah tindakan untuk mengembangkan integritas moral dalam individu sambil menghormati sistem yang diatur oleh aturan dan ketentuan. Kesadaran diri dan kepatuhan sukarela ini sangat penting untuk pertumbuhan pribadi dan harmoni sosial.

Di sisi lain, kerja keras berarti usaha yang dikeluarkan untuk mencapai hasil yang optimal. Karakter kerja keras erat kaitannya dengan kinerja individu. Kinerja adalah hasil dari proses kerja, mencakup pencapaian, pelaksanaan, dan hasil keseluruhan. Mereka yang menginginkan kesuksesan harus memulai dengan komitmen yang kuat terhadap kerja keras dan disiplin, karena kedua kualitas ini tidak dapat dipisahkan dan harus menjadi prinsip dasar dalam hidup, termasuk juga saat bekerja dalam organisasi/institusi.

Sebagai kesimpulan, acara di Taman Sisi Selatan Fakultas Psikologi ini menyoroti pentingnya disiplin dan kerja keras dalam mengamalkan dan menghayati nilai-nilai kepramukaan. Mengadopsi prinsip-prinsip ini tidak hanya membentuk karakter kita tetapi juga akan berkontribusi pada performa kinerja institusi dan masyarakat yang lebih berkelanjutan dan setara, yang pada akhirnya bekerja menuju lingkungan yang lebih baik untuk semua.

Penulis: S. Fauzi
Gambar: https://unsplash.com

Dekan Fakultas Psikologi UGM mengimbau untuk senantiasa menjaga dan menghargai nama baik institusi

Di era di mana reputasi institusi pendidikan sangat penting, Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) secara konsisten mengadakan kegiatan berbagi pengetahuan (sharing knowledge) secara daring seperti yang dilaksanakan pada hari Senin, 12 Agustus 2024, yang berfokus pada pentingnya menjaga dan menghormati nama baik institusi, materi  disampaikan oleh Dekan Fakultas Psikologi. Inisiatif menjaga nilai-nilai institusi dan menghindari perilaku merugikan sangat penting dalam membentuk karakter unggul dan menciptakan citra positif di dalam sebuah komunitas.

 “Dasar dari karakter yang unggul sangat penting bagi individu untuk berkontribusi positif pada masyarakat dan mengembangkan kepribadian yang bermartabat. Komitmen semua anggota civitas akademika dan staf untuk menjaga nama baik institusi dan integritas pribadi setiap individu menjadi langkah penting dalam membentuk karakter yang mencerminkan integritas, etika, dan nilai-nilai positif” ujar Dekan Fakultas Psikologi.

Integritas, sebagai salah satu pilar utama dalam pembentukan karakter, melibatkan sikap jujur dan konsisten dalam tindakan sehari-hari. Semua anggota organisasi didorong untuk berbicara dengan jujur, menghadapi tantangan dengan integritas, dan menerima tanggung jawab atas kesalahan yang mungkin pernah dibuat. Dalam pendidikan tinggi, integritas menjadi fondasi yang kokoh dalam membangun kepercayaan antara mahasiswa, dosen, staf, dan seluruh anggota komunitas pendidikan. Hal ini sejalan dengan tujuan SDGs yang mendorong kesetaraan kesempatan dan akses pendidikan, memastikan bahwa semua individu dapat berkembang dalam lingkungan yang mendukung.

Komitmen seluruh anggota civitas akademika untuk menghindari perilaku negatif juga menjadi kunci dalam membentuk karakter yang kuat. Setiap orang harus belajar mengendalikan diri dan menjauh dari godaan perilaku yang tidak etis atau merugikan. Dalam lingkungan pendidikan yang positif, seluruh anggota civitas akademika didorong untuk memahami konsekuensi dari tindakan yang dilakukan dan bagaimana hal tersebut dapat memengaruhi citra institusi dan kesejahteraan seluruh komunitas.

Dalam konteks pendidikan tinggi, peran aktif pendidik dan staf sangat penting. Kampus harus menciptakan lingkungan yang mendorong mahasiswa untuk berkomitmen pada nilai-nilai positif dan memberikan teladan yang baik dalam setiap tindakannya. Program pendidikan karakter yang terintegrasi dalam kurikulum dapat membantu mengajakan nilai-nilai moral dan etika kepada mahasiswa secara konsisten, mendorong kreativitas dan inovasi dalam kehidupan pribadi dan akademis mereka.

“Untuk mencapai visi pembentukan karakter unggul melalui komitmen menjaga nama baik institusi, kolaborasi dengan orang tua dan masyarakat sangat penting. Orang tua memiliki peran sentral dalam membentuk karakter anak-anak mereka di rumah dan mendukung nilai-nilai yang diajarkan di kampus. Masyarakat juga memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang positif dan mendukung perkembangan karakter mahasiswa di luar lingkungan kampus” kata Dekan Fakultas Psikologi.

Kegiatan berbagi pengetahuan ini menyoroti pentingnya layanan dasar dalam pendidikan, menekankan bahwa akses terhadap pendidikan berkualitas adalah hak fundamental bagi semua. Dengan memastikan akses dan kesempatan yang setara, institusi dapat menciptakan lingkungan di mana setiap individu dapat berkembang, terlepas dari latar belakang yang berbeda. Komitmen terhadap non-diskriminasi ini sejalan dengan SDGs, mempromosikan inklusivitas dan keberagaman dalam kerangka pendidikan.

Lebih lanjut Dekan Fakultas Psikologi menyampaikan bahwa integrasi teknologi dalam pendidikan dibahas sebagai cara untuk meningkatkan pengalaman belajar dan mempromosikan inklusi finansial. ‘Dengan memanfaatkan teknologi, setiap individu dapat mengakses berbagai sumber daya yang dapat membantu dalam pengembangan akademik dan pribadinya. Pendekatan ini tidak hanya mempersiapkan individu untuk pekerjaan yang layak tetapi juga membekali individu dengan keterampilan yang diperlukan untuk masa depan yang berkelanjutan”.

Sebagai kesimpulan, kegiatan berbagi pengetahuan di Fakultas Psikologi UGM ini menjadi pengingat akan tanggung jawab kolektif untuk menjaga nama baik institusi. Dengan membangun budaya integritas, perilaku etis, dan kolaborasi di antara civitas akademika, staf, orang tua, dan masyarakat, institusi dapat memastikan bahwa ia tetap menjadi mercusuar keunggulan dalam pendidikan. Komitmen ini tidak hanya menguntungkan institusi tetapi juga berkontribusi pada tujuan yang lebih luas dalam pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan sosial.

Penulis: S. Fauzi

Mbak Wida Berbagi Cerita: “Tips Mendampingi Suami Studi di AS”

Dalam sebuah pertemuan Zoom baru-baru ini, Wida Septia Putri, salah satu tenaga kependidikan Fakultas Psikologi yang saat ini sedang cuti di luar tanggungan UGM, berbagi cerita saat mendampingi suaminya yang sedang melanjutkan studi S3 di Southern Illinios University. Bersama dengan kedua putranya, Wida saat ini tinggal di sebuah apartemen di kota kecil di Illinois bagian selatan namanya Carbondale.

Diskusi ini sangat relevan bagi banyak individu yang menghadapi tantangan dalam menyeimbangkan tanggung jawab keluarga dan aspirasi pendidikan. Wida menekankan pentingnya persiapan mental dan pemahaman sebelum pindah (sementara) ke Amerika. “Ketika pasangan kita mendapatkan kesempatan untuk studi di luar negeri, itu sering kali berarti harus meninggalkan kenyamanan di tanah air,” jelasnya. Transisi ini bisa menjadi menakutkan, dan sangat penting bagi pasangan untuk siap secara mental menghadapi perubahan yang datang dengan tinggal di negara baru.

Salah satu poin kunci yang diangkat Wida adalah perbedaan tekanan akademis antara universitas lokal dan luar negeri. “Studi di kampus asing datang dengan beban kerja yang lebih berat dan tekanan mental yang lebih besar,” catatnya. Dalam konteks ini, peran istri menjadi sangat penting sebagai support system. Terkadang, ini berarti mengesampingkan ambisi pribadi untuk fokus pada apa yang dibutuhkan suami selama masa ini.

Wida juga menyoroti pentingnya menjaga cerita pribadi. “Penting untuk memiliki rutinitas yang membuat kita tetap produktif, sementara  suami fokus pada studinya,” sarannya. Terlibat dalam olahraga rutin, membaca, menulis, atau mencoba hobi baru dapat memberikan makna dalam hidup selama periode penyesuaian.

Bagi mereka yang terbiasa bekerja sebelum mendampingi suami, ia menyarankan untuk mencari pekerjaan paruh waktu atau bekerja sebagai sukarelawan, dengan catatan peraturan imigrasi mengizinkan. “Banyak organisasi yang mencari sukarelawan, dan ini bisa menjadi cara yang baik untuk bertemu orang baru dan mungkin menjalin persahabatan,” ungkap Wida. Ini tidak hanya membantu membangun jaringan sosial tetapi juga berkontribusi pada pertumbuhan pribadi dan kesetaraan pendapatan. Wida-pun pernah merasakan bekerja paruh waktu sebagai babby sitter, host dan cashier restaurant.

Menjaga pola pikir positif dan produktif sangat penting, tetapi Wida memperingatkan agar tidak terlalu banyak berkomitmen pada aktivitas. “Penting untuk tidak mengisi jadwal kita begitu banyak sehingga akan kehilangan waktu untuk suami,” peringatnya. Menemukan keseimbangan antara pencarian pribadi dan mendukung pasangan sangat penting untuk hubungan yang harmonis. Komunikasi adalah kunci lain dari kemitraan yang sukses selama waktu ini. “Istri dan suami perlu menjaga saluran komunikasi terbuka,” tegas Wida. Membangun pemahaman bersama dan rutinitas yang disepakati dapat membantu pasangan menavigasi kehidupan yang sibuk tanpa kehilangan satu sama lain.

“Sangat penting untuk menghabiskan waktu berkualitas bersama,” tambahnya. Menjelajahi Carbondale dan menemukan atraksi lokal dapat memperkuat ikatan dan menciptakan kenangan yang abadi. “Jangan hanya tinggal di rumah; ada banyak tempat menarik di kota lain di US yang bisa dikunjungi,” ujar Wida.

Sebagai kesimpulan, cerita Wida menjadi panduan berharga bagi mereka yang sedang menghadapi kompleksitas ketika mendampingi pasangan saat melanjutkan studi di luar negeri. Dengan mendorong kesetaraan dalam tanggung jawab, memastikan akses pendidikan, dan menjaga standar hidup dasar, pasangan dapat berkembang bahkan dalam keadaan yang menantang.

Penulis: S. Fauzi

Foto: Wida

Nurul Qomariah, S.E., Berbagi Cerita Belajar Sepanjang Hayat

Yogyakarta, 5 Agustus 2024, kegiatan berbagi pengetahuan kali ini berjudul “Belajar Sepanjang Hayat (‘lifelong learning’)” disampaikan oleh Sdr. Nurul Qomariah, S.E., Koordinator Bidang Administrasi Keuangan dan Umum sebagai pemateri, dan diadakan secara daring malalui zoom-meeting. Acara yang diadakan setiap Senin dan Rabu pagi ini bertujuan untuk menekankan pentingnya pendidikan berkelanjutan dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), dengan fokus pada akses pendidikan, pendidikan dasar, dan pendidikan untuk keberlanjutan.

Di Indonesia, hampir setiap warga negara memiliki kesempatan untuk bersekolah. Beberapa individu melanjutkan pendidikan hingga tingkat universitas, meraih beberapa gelar, sementara yang lain mungkin hanya menyelesaikan sekolah dasar. Meskipun jalur pendidikan ini bervariasi, tujuan akhirnya tetap sama: untuk memperoleh ilmu. Namun, sering kali terlihat bahwa pengetahuan yang diperoleh selama pendidikan formal dapat memudar seiring waktu, meninggalkan individu dengan hanya sebagian kecil dari apa yang mereka pelajari.

Konsep belajar sepanjang hayat (‘lifelong learning’) melampaui batasan ruang kelas tradisional. Ini didefinisikan sebagai upaya sukarela dan berkelanjutan untuk memperoleh pengetahuan demi pengembangan kompetensi, meningkatkan daya saing, dan memperbaiki kemampuan kerja. Belajar sepanjang hayat (‘lifelong learning’) adalah usaha yang harus dilakukan dengan sadar dan menikmati setiap proses belajarnya karena dilakukan dengan sukarela atas dasar kesadaran kebutuhan diri.

Belajar sepanjang hayat (‘lifelong learning’) bukan sekadar konsep; ia mengandung gagasan bahwa pendidikan tidak berhenti setelah meninggalkan lembaga pendidikan formal. Individu dapat terus memperoleh pengetahuan sepanjang hidup mereka, asalkan mereka mau melakukannya. Proses pembelajaran yang berkelanjutan ini sering disebut sebagai pembelajaran berkesinambungan.

Signifikansi belajar sepanjang hayat (‘lifelong learning’) sangat penting di dunia yang berubah dengan cepat saat ini. Dengan terus belajar, kapasitas individu dapat tetap terbarui dengan tren dan pengetahuan terkini, terutama bagi pegawai. Pengetahuan yang selalu diperbarui ini membantu mereka tetap terhubung dengan generasi muda, mencegah kepikunan dini, dan memungkinkan mereka memberikan kontribusi yang positif bagi perusahaan.

Selama kegiatan, Nurul Qomariah menyoroti berbagai metode dan sumber daya yang tersedia untuk belajar sepanjang hayat. Ia menekankan pentingnya akses yang setara terhadap peluang pendidikan, terlepas dari latar belakang atau pencapaian pendidikan sebelumnya. Ini sejalan dengan SDGs, yang mendorong pendidikan berkualitas yang inklusif dan adil untuk semua.

Lebih lanjut, diskusi juga membahas peran teknologi informasi dalam memfasilitasi belajar sepanjang hayat (‘lifelong learning’). Platform daring dan sumber daya digital telah membuat pendidikan lebih mudah diakses daripada sebelumnya, memungkinkan individu untuk belajar sesuai dengan kecepatan dan kenyamanan mereka sendiri. Kemajuan teknologi informasi ini merupakan langkah signifikan menuju pencapaian akses yang setara terhadap pendidikan, aspek fundamental dari pembangunan berkelanjutan.

Cerita  pagi kali ini juga membahas tantangan yang dihadapi individu dalam mengejar belajar sepanjang hayat (‘lifelong learning’). Banyak pegawai mungkin merasa terbebani oleh tanggung jawab dan tugas sehari-hari, sehingga sulit untuk menemukan waktu untuk pengembangan diri. Dalam kesempatan ini Nurul Qomariah mendorong peserta untuk memprioritaskan pembelajaran sebagai bagian penting dari kehidupan mereka, menyarankan bahwa bahkan upaya kecil yang konsisten dapat menghasilkan pertumbuhan yang signifikan seiring waktu. Kesempatan untuk belajar dan bekerja dapat dilakukan dengan beriringan dengan metode learning by doing, dimana pegawai dapat meningkatkan kompetensi dan kemandirian dengan langsung mempraktikan teori yang sudah dipahami sehingga mendukung peningkatan kinerja organisasi.

Sebagai kesimpulan, kegiatan berbagi pengetahuan “Belajar Sepanjang Hayat (‘lifelong learning’)” secara mandiri berfungsi sebagai pengingat akan pentingnya pendidikan berkelanjutan dalam mendorong pengembangan pribadi dan masyarakat. Dengan mengadopsi konsep belajar sepanjang hayat (‘lifelong learning’), individu tidak hanya dapat meningkatkan kehidupan mereka sendiri tetapi juga berkontribusi pada tujuan yang lebih luas dari pembangunan berkelanjutan, memastikan bahwa setiap orang memiliki akses terhadap pendidikan dan kesempatan untuk berkembang.

Penulis: S. Fauzi

Photo:  Ben White on Unsplash